Ketika KERJAMU TIDAK DIHARGAI, maka saat itu kau sedang belajar arti KETULUSAN. Ketika USAHAMU dinilai TIDAK PENTING, maka saat itu kau sedang belajar arti KEIKHLASAN. Ketika HATIMU terluka SANGAT DALAM, maka saat itu kau sedang belajar arti MEMAAFKAN. Ketika kau harus LELAH & KECEWA, maka saat itu kau sedang belajar arti KESUNGGUHAN.

Selasa, 16 November 2010

Metode Penentuan Idul Adha

Penentuan Idul Adha (10 Dzulhijjah) bergantung pada penentuan awal bulan Dzulhijjah. Dalam hal ini para fuqaha sepakat, bahwa penentuan awal bulan Dzulhijjah hanya didasarkan pada rukyatul hilal saja, bukan dengan hisab.

Ini ditegaskan oleh Syaikh Abdul Majid al-Yahya dalam kitabnya Atsar Al-Qamarain fi Al-Ahkam Al-Syar’iyah,”Tak ada khilafiyah di antara fuqaha, bahwa rukyatul hilal adalah standar/patokan dalam penentuan masuknya bulan Dzulhijjah….” (Abdul Majid al-Yahya, Atsar Al-Qamarain fi Al-Ahkam Al-Syar’iyah, hal. 198).
Dalilnya adalah dalil-dalil umum bahwa metode standar untuk menentukan awal bulan-bulan Qamariyah adalah rukyatul hilal saja. Misalkan hadits Nabi SAW,”Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal.” (HR Bukhari no 1776; Muslim no 1809; At-Tirmidzi no 624; An-Nasa`i no 2087). (Lihat Abdul Majid al-Yahya, ibid., hal. 199; Ahmad Muhammad Syakir, Awa`il al-Syuhur Al-Arabiyah, hal.4; Fahad Al-Hasun, Dukhul al-Syahr al-Qamari, hal. 14).
Berdasarkan hadits-hadits seperti itu, lahirlah ijma’ ulama bahwa hisab astronomis (al-hisab al-falaki) tidak boleh dijadikan sandaran untuk menentukan masuknya awal bulan Qamariyah. Ijma’ ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, Ibnu Taimiyah, Abul Walid al-Baji, Ibnu Rusyd, Al-Qurthubi, Ibnu Hajar, Al-‘Aini, Ibnu Abidin, dan Syaukani. (Lihat Majmu’ al-Fatawa, 25/132; Fathul Bari, 4/158; Tafsir al-Qurthubi, 2/293; Hasyiyah Ibnu Abidin, 3/408; Bidayatul Mujtahid, 2/557).
Namun khusus untuk penentuan awal bulan Dzulhijjah yang terkait dengan Idul Adha, rukyatul hilal yang menjadi patokan utama adalah rukyatul hilal penguasa Makkah, bukan dari negeri-negeri Islam yang lain. Kecuali jika penguasa Makkah tidak berhasil merukyat hilal, barulah rukyat dari negeri yang lain dapat dijadikan patokan.

Dalilnya adalah hadits dari Husain bin Al-Harits Al-Jadali RA, dia berkata,“Amir (penguasa) Makkah berkhutbah kemudian dia berkata,”Rasulullah telah berpesan kepada kita agar kita menjalankan manasik haji berdasarkan rukyat. Lalu jika kita tidak melihat hilal, dan ada dua orang saksi yang adil yang menyaksikannya, maka kita akan menjalankan manasik haji berdasarkan kesaksian keduanya.” (HR Abu Dawud, hadits no 2339. Imam Daruquthni berkata,”Hadits ini isnadnya muttashil dan shahih.” Lihat Sunan Ad-Daruquthni, 2/267. Syaikh Nashiruddin Al-Albani berkata,”Hadits ini shahih.” Lihat Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Abu Dawud, 2/54).
Hadits ini menunjukkan bahwa yang mempunyai otoritas menetapkan hari-hari manasik haji, seperti hari Arafah, Idul Adha, dan hari-hari tasyriq, adalah Amir Makkah (penguasa Makkah), bukan yang lain. Pada saat tiadanya pemerintahan Islam (Khilafah) seperti sekarang, kewenangan itu tetap dimiliki penguasa Makkah sekarang (Saudi Arabia), meski sistem pemerintahannya berbentuk kerajaan, bukan Khilafah.
Kesimpulannya, penentuan Idul Adha ditetapkan berdasarkan rukyatul hilal, bukan hisab. Hanya saja, rukyat yang diutamakan adalah rukyat penguasa Makkah. Kecuali jika penguasa Makkah tidak berhasil merukyat, barulah diamalkan rukyat dari negeri-negeri yang lain. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih untuk komentar positif dan membangun dari blogger sekalian.

Dua Tetes dan Dua Bekas yang Paling Dicintai Allah

Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah daripada dua tetes dan dua bekas. Setetes air mata yang menetes karena takut kepada Allah, dan setetes darah yang tumpah di jalan Allah. Adapun yang dua bekas, maka yaitu bekas-di antaranya adalah bekas jihad-di jalan Allah, dan bekas dari melakukan kewajiban di antara kewajiban-kewajiban dari Allah.” (HR. Tirmidzi). Abdullah bin Umar, semoga Allah senantiasa meridhai keduanya berkata: “Sungguh aku meneteskan air mata karena takut kepada Allah itu lebih aku cintai daripada aku bersedekah seribu dinar.” (HR. Baihaqi dalam Sya’bul Iman).

Sebagian Amal Ahli Surga

Nabi saw bersabda: Sungguh jika seorang muslim berinteraksi dengan masyarakat dan sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (akibat interaksi), lebih baik daripada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat dan tidak sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (HR. at-Tirmidzi, 9/416).

Mengikuti Sunnah

Umar bin Abdil Aziz pernah berkata: Rasulullah saw dan para pemimpin setelahnya telah menjalankan berbagai sunnah. Mengambil sunnah tersebut sama dengan membenarkan kitabullah, menyempurnakan ketaatan kepada ALLAH dan menguatkan agama ALLAH. Siapa saja yang mengamalkannya niscaya akan mendapatkan petunjuk, siapa yang memohon pertolongan kepada ALLAH dengan menjalankan sunnah maka ia pasti akan ditolong. Siapa yang menyalahi sunnah maka ia telah mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, ALLAH akan memalingkannya dari kebenaran dan memasukannya ke neraka jahannam

(Ibnu Abdil Barr dalam jami’ bayan al-ilm juz 2 hal 187)

Pengaruh Dosa dan Taat

Rasulullah SAW telah bersabda: perumpamaan orang yang melakukan keburukan (dosa) kemudian melakukan kebaikan (taat) seperti orang yang memakai baju sempit yang mencekiknya. Kemudian dia berbuat baik maka lepaslah 1 lingkaran, kemudian ia berbuat baik lagi, maka lepaslah 1 lingkaran yang lain hingga akhirnya ia bisa melepaskan dirinya dari cekikan baju tersebut. (HR. Ahmad & Thobroni)

Hati Bersih dan Kotor

Rasulullah SAW pernah bersabda: Fitnah (dosa) akan datang menyambangi hati berturut-turut secara bergantian. Maka hati mana saja yang dimasukinya akan terdapat titik hitam, dan hati mana saja yang mengingkarinya maka terdapat titik putih, hingga ahirnya adalah 2 hati. Pertama, hati yang putih bersih seperti batu yang licin dan mengkilap, hati seperti ini tidak akan bisa dipengaruhi oleh fitnah (dosa) selama ada langit dan bumi (selamanya). Kedua, hati yang hitam legam bagaikan gelas yang terbalik (tumpah), hati seperti ini tidak mengenal kebaikan (Islam) dan tidak mengingkari kemungkaran kecuali hanya mengenal nafsu yang masuk kedalamnya. (HR. Muslim)
 

. Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers