Ketika KERJAMU TIDAK DIHARGAI, maka saat itu kau sedang belajar arti KETULUSAN. Ketika USAHAMU dinilai TIDAK PENTING, maka saat itu kau sedang belajar arti KEIKHLASAN. Ketika HATIMU terluka SANGAT DALAM, maka saat itu kau sedang belajar arti MEMAAFKAN. Ketika kau harus LELAH & KECEWA, maka saat itu kau sedang belajar arti KESUNGGUHAN.

Jumat, 12 November 2010

Kafarat, Darajat, Munjiyat dan Muhlikat

Anas bin Malik ra menuturkan, bahwa Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ada tiga kafarat, tiga derajat, tiga penyelamat dan tiga muhlikat. Tiga kafarat (penebus dosa) adalah: menyempurnakan wudhu pada saat cuaca amat dingin, menunggu waktu-waktu shalat dan melangkahkan kaki ke masjid untuk shalat berjamaah. Tiga derajat adalah: memberi makan (orang lemah dan lapar), menebarkan salam dan mendirikan shalat malam saat kebanyakan manusia tidur terlelap. Tiga penyelamat (munjiyat) adalah: berlaku adil dalam keadaan marah ataupun ridha, bersikap wajar dalam keadaan kaya ataupun fakir serta takut kepada Allah SWT dalam keadaan sepi maupun ramai. Tiga muhlikat (penghancur) adalah: sifat kikir yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan takjub terhadap diri sendiri (Al-Bazzar, Musnad al-Bazzar, II/290).

Kafarat, Darajat, Munjiyat
Dari penuturan Rasulullah SAW di atas, berarti ada sembilan yang perlu diupayakan seorang Muslim. Pertama: Menyempurnakan wudhu pada saat cuaca sangat dingin. Tentu, ini tidak disukai oleh siapapun. Namun, bagi seorang Muslim cuaca amat dingin tak akan menjadi halangan untuk menunaikan shalat. Kedua: menunggu waktu-waktu shalat, tentu karena rindunya untuk menunaikan setiap shalat fardhu. Ketiga: melangkahkan kaki ke masjid untuk shalat berjamaah. Inilah yang akan menjadi kafarat (penebus dosa).
Keempat: memberi makan orang-orang lemah dan lapar. Kelima: mengucapkan salam kepada orang yang dikenal maupun tak dikenal. Keenam: menunaikan shalat malam (tahajud) saat orang-orang lelap tertidur dan tenggelam dalam mimpi. Inilah yang akan mengangkat derajat seseorang di akhirat kelak.
Ketujuh: berlaku adil dalam keadaan marah ataupun ridha. Dengan itu, seorang Muslim tidak akan berlaku dzalim kepada orang lain pada saat marah, dan ia pun tak rela terjatuh pada keharaman hanya demi meraih keridhaan manusia. Kedelapan: bersikap wajar dalam keadaan kaya ataupun fakir; ia bersyukur saat kaya dan bersabar saat fakir. Kesembilan: senantiasa menumbuhkan rasa takut kepada Allah SWT, baik dalam keadaan sepi (tersembunyi dari manusia) maupun dalam keadaan ramai (berada di tengah-tengah manusia). Sebagian ulama berpendapat, didahulukannya dalam keadaan sepi karena di situlah derajat takwa yang paling tinggi. Ketiga hal ini akan menyelamatkan seorang Muslim dari azab Allah SWT di akhirat kelak.
Muhlikat
Sebaliknya, dari hadits di atas, ada tiga perkara yang mesti dijauhi seorang Muslim: Pertama: Sifat kikir yang selalu ditaati. Sifat kikir ini menjadikan pelakunya enggan untuk menunaikan hak Allah SWT maupun hak makhluk. Di dalam sebuah hadis sahih Baginda Rasulullah pernah bersabda, “Kalian harus waspada terhadap sifat kikir. Sebab, sifat kikir telah menghancurkan orang-orang sebelum kalian. Kikir telah menjadikan mereka berlaku bakhil, dzalim dan memutuskan tali persaudaraan.” (HR al-Hakim dan al-Baihaqi).
Kedua: Hawa nafsu yang diikuti. Dalam hal ini, Imam Ali kw pernah berkata, “Sesungguhnya ada hal yang paling aku khawatirkan atas kalian, yakni  mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Mengikuti hawa nafsu bisa mengakibatkan orang menyimpang dari kebenaran, sementara panjang angan-angan bisa menjadikan orang lupa akan akhirat.” (HR al-Baihaqi dalam Sya’b al-Iman, VII/369).
Banyak nash Alquran maupun hadits yang mencela sikap memperturutkan hawa nafsu. Allah SWT, misalnya, berfirman (yang artinya): Siapakah yang lebih sesat daripada  orang yang memperturutkan hawa nafsunya tanpa mendapatkan petunjuk dari Allah SWT? (TQS al-Qashshash: 50). Allah SWT juga berfirman (yang artinya): Hukumilah manusia dengan cara yang benar dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu hingga membuat kamu tersesat dari jalan Allah dan mendapatkan azab yang sangat keras (TQS Shad: 26).
Menurut Ibn Taimiyah, siapa saja yang tidak mengikuti perintah Allah SWT dan Rasul-Nya pada dasarnya dia telah mengikuti hawa nafsunya tanpa mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Karena itulah, Imam Hasan al-Bashri pernah berkata, “Hati-hatilah terhadap hawa nafsu dan ra’yu-mu dalam hal urusan agama Allah dan mintalah nasihat dari Kitabullah untuk dirimu.”
Ketiga: Takjub terhadap diri sendiri, yakni memandang dirinya sebagai sempurna/hebat sembari melupakan kenyataan bahwa semua yang ada pada dirinya merupakan nikmat Allah yang wajib disyukuri. Imam al-Ghazali menyatakan, sikap ujub (takjub diri) adalah menganggap dirinya besar; ia terlena dengan ragam nikmat yang dia rasakan sembari melupakan sang Pemberi nikmat. Sikap ujub ini pada akhirnya sering melahirkan sikap sombong (arogan). Sikap ini tercermin dalam apa yang diisyaratkan Baginda Rasulullah SAW, “Sombong itu menolak kebenaran dan cenderung merendahkan orang lain.” (HR Muslim, at-Tirmidzi dan al-Hakim).
Tiga yang terakhir inilah yang dapat menghancurkan pelakunya, di dunia apalagi di akhirat. Na’udzu billah min dzalik.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih untuk komentar positif dan membangun dari blogger sekalian.

Dua Tetes dan Dua Bekas yang Paling Dicintai Allah

Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah daripada dua tetes dan dua bekas. Setetes air mata yang menetes karena takut kepada Allah, dan setetes darah yang tumpah di jalan Allah. Adapun yang dua bekas, maka yaitu bekas-di antaranya adalah bekas jihad-di jalan Allah, dan bekas dari melakukan kewajiban di antara kewajiban-kewajiban dari Allah.” (HR. Tirmidzi). Abdullah bin Umar, semoga Allah senantiasa meridhai keduanya berkata: “Sungguh aku meneteskan air mata karena takut kepada Allah itu lebih aku cintai daripada aku bersedekah seribu dinar.” (HR. Baihaqi dalam Sya’bul Iman).

Sebagian Amal Ahli Surga

Nabi saw bersabda: Sungguh jika seorang muslim berinteraksi dengan masyarakat dan sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (akibat interaksi), lebih baik daripada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat dan tidak sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (HR. at-Tirmidzi, 9/416).

Mengikuti Sunnah

Umar bin Abdil Aziz pernah berkata: Rasulullah saw dan para pemimpin setelahnya telah menjalankan berbagai sunnah. Mengambil sunnah tersebut sama dengan membenarkan kitabullah, menyempurnakan ketaatan kepada ALLAH dan menguatkan agama ALLAH. Siapa saja yang mengamalkannya niscaya akan mendapatkan petunjuk, siapa yang memohon pertolongan kepada ALLAH dengan menjalankan sunnah maka ia pasti akan ditolong. Siapa yang menyalahi sunnah maka ia telah mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, ALLAH akan memalingkannya dari kebenaran dan memasukannya ke neraka jahannam

(Ibnu Abdil Barr dalam jami’ bayan al-ilm juz 2 hal 187)

Pengaruh Dosa dan Taat

Rasulullah SAW telah bersabda: perumpamaan orang yang melakukan keburukan (dosa) kemudian melakukan kebaikan (taat) seperti orang yang memakai baju sempit yang mencekiknya. Kemudian dia berbuat baik maka lepaslah 1 lingkaran, kemudian ia berbuat baik lagi, maka lepaslah 1 lingkaran yang lain hingga akhirnya ia bisa melepaskan dirinya dari cekikan baju tersebut. (HR. Ahmad & Thobroni)

Hati Bersih dan Kotor

Rasulullah SAW pernah bersabda: Fitnah (dosa) akan datang menyambangi hati berturut-turut secara bergantian. Maka hati mana saja yang dimasukinya akan terdapat titik hitam, dan hati mana saja yang mengingkarinya maka terdapat titik putih, hingga ahirnya adalah 2 hati. Pertama, hati yang putih bersih seperti batu yang licin dan mengkilap, hati seperti ini tidak akan bisa dipengaruhi oleh fitnah (dosa) selama ada langit dan bumi (selamanya). Kedua, hati yang hitam legam bagaikan gelas yang terbalik (tumpah), hati seperti ini tidak mengenal kebaikan (Islam) dan tidak mengingkari kemungkaran kecuali hanya mengenal nafsu yang masuk kedalamnya. (HR. Muslim)
 

. Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers