Ketika KERJAMU TIDAK DIHARGAI, maka saat itu kau sedang belajar arti KETULUSAN. Ketika USAHAMU dinilai TIDAK PENTING, maka saat itu kau sedang belajar arti KEIKHLASAN. Ketika HATIMU terluka SANGAT DALAM, maka saat itu kau sedang belajar arti MEMAAFKAN. Ketika kau harus LELAH & KECEWA, maka saat itu kau sedang belajar arti KESUNGGUHAN.

Jumat, 12 November 2010

Meluruskan Pemaknaan “Hablun Min Allah Hablun Min An-Naas”

Oleh M Yasin Muthahhar
Telinga kita tidak asing lagi dengan ungkapan  “Hablun Minalloh” dan “Hablun Minannaas”. Kita pun tidak pernah protes ketika ungkapan tersebut diterjemahkan –sebagaimana sudah menjadi  kebiasaan kaum muslimin, khususnya di Indonesia– dengan arti menjalin hubungan baik dengan Allah dan menjalin Hubungan baik dengan sesama manusia. Ungkapan ini akan lebih populer jika sudah tiba bulan Syawal. Pada momentum halal-bihalal biasanya ungkapan ini sering disampaikan oleh para muballigh. Bahwa kalau pada bulan Ramadhan kaum muslimin telah menjalin hubungan baik dengan Allah “hablun minalloh”, maka di bulan Syawal, saatnya kaum muslimin menyempurnakannya dengan menjalin hubungan baik dengan sesama manusia  “Hablun Minannaas”. Benarkah pemaknaan Hablun minallah dan Hablun minannaas seperti itu? Bagaimana pendapat para Mufassir tentangnya?. Pada tulisan ini akan diungkapkan bagaimana pemaknaan yang semestinya tentang ungkapan tersebut. Supaya kita bisa mendudukannya pada tempat yang semestinya.
Istilah “Hablun Minalloh” dan “Hablum Minannaas” disebutkan oleh Allah hanya dalam surat ali-Imron ayat 112.  Topik ayat ini berkaitan dengan dua ayat sebelumnya, yaitu tentang kemulian umat Islam (umat Nabi Muhammad) dan kehinaan Ahlul Kitab (khususnya Yahudi -jika mengacu pada sabab nuzul-nya).

Istilah “Hablum minalloh” dan “Hablum minannaas” adalah istilah yang dilekatkan pada komunitas Ahlul Kitab. Mari kita lihat secara lengkap firman Allah dalam surat ali Imran tersebut:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ (110) لَنْ يَضُرُّوكُمْ إِلَّا أَذًى وَإِنْ يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمُ الْأَدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ (111) ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الْأَنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudarat kepada kamu, selain dari gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan. Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.”
Jelas sekali, berdasarkan tiga ayat di atas, bahwa ungkapan “hablun minalloh” dan “hablun minannaas” tidak berkaitan dengan umat Islam, namun berkaitan dengan Ahlul kitab. Dalam tiga ayat tersebut Allah menyebut umat Islam dengan menggunakan dhamir khithab, sedangkan Ahlul Kitab disebut dengan menggunakan dhamir ghaib. Inti dari ayat di atas adalah  umat Islam merupakan umat terbaik, sebaliknya dari ahlul Kitab. Ahlul Kitab baru akan mendapatkan kebaikan jika mereka beriman sebagaimana berimannya umat Islam (umat Nabi Muhammad saw). Bukti Umat Islam sebagai umat terbaik adalah wibawa, haibah dan kekuatan  mereka. Ahlul kitab tidak bisa memberikan kesulitan (kemadharatan) fisik kepada umat Islam,selain hanya berupa kata-kata yang menyakitkan saja. Jika mereka mereka memerangi Umat Islam, maka niscaya mereka akan kalah, kocar-kacir, tidak mendapat pertolongan. Itulah yang disitir pada ayat 111.  Bukti lain bahwa umat Islam adalah umat terbaik adalah posisi mereka yang berada di atas, umat Islamlah yang menentukan kemuliaan dan keselamatan Ahlul Kitab. Ahlul kitab akan selalu terhina kecuali dengan jika mereka berpegang pada tali dari Allah (yaitu masuk Islam) dan berpegang pada tali dari manusia (yaitu terikat dengan perjanjian dengan kaum muslimin dalam Daulah Islam),dengan menjadi Ahlu Dzimmah (kafir Dzimmi), Mu’ahad dan Musta’min. Dengan begitu barulah mereka akan terbebas dari kehinaan sebagaiman yang terjadi pada kaum Yahudi di madinah –baik Bani Muthaliq, Bani Qainuqi, Bani Nazhir dan  Bani Quraizhah– sebelum melanggar perjanjian dengan Daulah Islam.
Berikut ini adalah pendapat para mufassir berkaitan dengan yngkapan “Hablun minalloh” dan “hablun minannaas” pada ayat ke 112 surat Ali Imaran:
1-       Al-Thabari dalam Tafsir Jami al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an:
Allah berfirman: akan dikenakan kehinaan kepada Yahudi yang mendustakan Nabi Mumammad saw di bumi mana saja mereka berada,di tempt mana saja dari muka bumi ini,apakah di negeri kaum muslimin atau di negri kaum musyrikin kecuali dengan “hablun manillah dan hablun minan naas”. Maknanya adalah sebagaimana diberitakan olehMuhammad bin Basyar dari Haudzah dari Auf dari al-Hasan,ia berkata : Makna “Dhuribat….. adalah Mereka akan dijumpai oleh umat ini dalam keadaan terhinda. Dan bahwa bangsa Majudi akan menarik pajak dari mereka.
Juga telah diceritakan dari Muhammad bin Sinan dari Abu Bakar al-Hanafi,dari Ibad dari al-Hasan tentang firman Allah
“ضربت عليهم الذلةأينما ثقفوا إلا بحبل من الله وحبل من الناس “
Ia berkata: Allah akan menghinakan mereka. Sehingga mereka tidak memiliki kekuatan. Dan Allah menjadikan mereka ada di bawah telapak kaki kaum muslimin.
Adapun yang al-habl (tali) yang diceritakan Allah pada ayat ini,maka sungguh tali tersebut merupakan penyebab mereka (Ahlul Kitab/Yahudi) mendapatkan jaminan kemanan dari orang-orang yang beriman (Umat nabi Muhammad) atas diri,harta dan keturunan mereka,yaitu perjanjian dan suaka yang diserahkan kepada mereka talinya sebelum mereka ditangkap di negeri-negeri kaum muslimin. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Muhammad bin Amr dari Abu Ashim dari Isa dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid tentang firman Allah “إلا بحبل من الله” ,ia berkara “maknanya adalah perjanjian dari Allah. Dan tentang firman Allah “وحبل من الناس” , Mujahid berkata maknanya adalah perjanjian dengan mereka. Begitu juga Qatadah juga mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “بحبل من الله وحبل من الناس” adalah perjanjian dari Allah dan perjanjian dari manusia.
2-     Al-Hafiz Abu Fida Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-Azhiim:
Kemudian Allah berfirman “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia” Maksudnya adalah Allah menetapkan kehinaan dan kerendahan bagi mereka di mana saja mereka berada. Sehingga mereka tidak akan mendapatkan keamanan kecuali dengan “hablin min Allah,yaitu Jaminan dari Allah, yaitu Transaksi al-Dzimmah kepada mereka dan menetapkan jizyah dan mewajibkan mereka tunduknpada hukum-hukum Islam. Yang dimaksud dengan hablin min an-naas adalah jaminan kemanan dari manusia (kaum muslimin)kepada mereka (ahlul kitab),seperti dalah gencatan senjata,perjanjian,tawanan jika mereka diberi jaminan kemanan oleh salah seorang dari kaum muslimin.
Ibnu Abbas berkata: yang dimaksud dengan “بحبل من الله وحبل من الناس” adalah perjanjian (‘ahdun) dengan Allah dan perjanjian dengan manusia (Kaum Muslimin). Pendapat senada dikemukakan oleh Mujahid,Ikrimah,Atho, adh-Dhahak,al-Hasan,Qatadah,as-Sudiy dan al-Rab’i bin Anas.
3-      Al-Qurthubi dalam al-Jam’i li ahkam al-Qur’an
Ungkapan “Illaa bihablin minalloh wa hablin minnnaas” Adalah istitsna munqathi bukan dari yang pertama. Maknanya adalah Tapi mereka berpegang pada tali dari Allah dan tali dari manusia,yaitu perlindungan (al-dzimmah) yang diberikan kepada mereka. Yang di maksud dengan an-naas adalah nabi Muhammad dan orang-orang yang beriman. Di mana ahlul kitab menyerahkan al-kharaj kepada nabi dan umatnya. Setelah itu mereka diberi jaminan keamanan. Dalam firman Allah ini terdapat ikhtishar (ada kata yang dibuang), maknanya adalah kecuali mereka berpegang pada tali dari Allah….,kemudian kata “mereka berpegang ” dihilangkan.
4-     Al-Jazaairi dalam Aisar al-Tafasir Juz 1 hal; 192
Begitu juga Allah memberitahukan pada ayat 112 bahwa Allah akan menimpakan kehinaan dan kemiskinan kepada mereka di mana saja mereka berada  dan dinegara mana saja mereka ditemukan, merka tidak akan berpisah dari kehinaan dan kemiskinan itu dalam keadapan apapu kecuali pada saat mereka masuk Islam- inilah yang disebut tali dari Allah- atau mereka terikat dengan perjanjian dan terikat dengan negara yang kuat-inilah yang disebut tali dari manusia.

5- Wahbah al-Zuhaili dalam Tafsir Munir Juz 4 Hal 43:

Allah telah menempelkan kehinaan dan kelemahan kepada mereka selamanya di mana saja mereka berada. Mereka tidak akan merasakan nikmat kemanan dan ketentraman kecuali dengan dua perjanjian,yaitu perjanjian dengan Allah dan perjanjian dengan manusia.
Yang dimaksud dengan “hablun minalloh” adalah apa yang telah ditetapkan dalam Syariat Islam untuk mereka,seperti jaminan keamanan,keharaman menyakiti mereka,persamaan dalam hak dan hukum ketika mereka telah ditunaikannya transkasi dzimmah (menjadi kafir dzimmi), diwajibkan membayar jizyah dan terikat dengan hukum-hukum Islam.
Sedangkan yang dimaksud dengan “hablun minan naas” adalah jaminan keamanan yang diberikan kepada mereka, seperti orang yang melakukan perdamaian (muhadin),melakukan perjanjian (Mu’aahid) dan yang ditawan (al-asiir). Yaitu ketika mereka diberikn jaminan keamanan oleh individu kaum muslimin, sekalipun wanita. Begitu juga pedagang  yang bertransaksi dengan individu muslim di dalam negeri Islam atau di perbatasan untuk tukar menukar jasa, barang dan perniagaan. Sama dengan hal ini adalah apa yang kita temukan saat ini, di mana kaum Yahudi di Palestian mendapatkan perlindungan dari Amerika,Eropa,Rusia dan negara-negara besar lainnya.
6- Thahir Ibnu Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir: Juz 3 hal 191

Maksudnya adalah mereka tidak akan selamat dari kehinaan kecuali jika mereka mengambil janji dari Allah,yaitu perlindungan Islam (dzimmah al-Islam) atau jika meminta pertolongan pada kabilah-kabilah yang kuat. Adapun pada diri mereka sendiri,maka mereka tidak memiliki kekuatan untuk menang. Ini termasuk bukti kenabian nabi Muhammad. Karena dulu Yahudi mnjadi mulia di Yatsrib,Khaibar,Nadhir dan Quraizhah. Setelah itu (setelah melepaskan ikatan perjanjian dengan kaum muslimin) mereka menjadi terhinda di seluruh penjuru dunia.
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa pemaknaan “Hablum minalloh” diartikan dengan menjalinkan hubungan baik dengan Allah,yaitu melaksanakan ibadah Mahdhoh dan pemaknaan “hablun minan naas” dengan menjalin hubungan baik dengan sesama manusia dengan menjalankan ibadah ghair mahdhah adalak pemaknaan yang tidak tepat dan bukan pada tempatnya. Tidak ada ahli tafsir yang memaknai demikian.
Ayat 112 surat ali Imran akhirnya dijadikan sebagai ayat halal bihalal, ayat silatu rahim, atau ayat yang hanya menekankan pada aspek spiritual (baik dengan Allah) dan ibadah sosial (baik dengan sesama manusia). Padahal ayat tersebut menjelaskan tentang kemuliaan kaum muslimin dihadapan Ahlul kitab, yaitu ketika memiliki daulah Islamiyah yang akan menawarkan kemuliaan kepada ahlul kitab dengan cara masuk Islam atau menjadi ahl al-Dzimmah yang akan mendapat perlindungan. Wallahu A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih untuk komentar positif dan membangun dari blogger sekalian.

Dua Tetes dan Dua Bekas yang Paling Dicintai Allah

Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah daripada dua tetes dan dua bekas. Setetes air mata yang menetes karena takut kepada Allah, dan setetes darah yang tumpah di jalan Allah. Adapun yang dua bekas, maka yaitu bekas-di antaranya adalah bekas jihad-di jalan Allah, dan bekas dari melakukan kewajiban di antara kewajiban-kewajiban dari Allah.” (HR. Tirmidzi). Abdullah bin Umar, semoga Allah senantiasa meridhai keduanya berkata: “Sungguh aku meneteskan air mata karena takut kepada Allah itu lebih aku cintai daripada aku bersedekah seribu dinar.” (HR. Baihaqi dalam Sya’bul Iman).

Sebagian Amal Ahli Surga

Nabi saw bersabda: Sungguh jika seorang muslim berinteraksi dengan masyarakat dan sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (akibat interaksi), lebih baik daripada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat dan tidak sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (HR. at-Tirmidzi, 9/416).

Mengikuti Sunnah

Umar bin Abdil Aziz pernah berkata: Rasulullah saw dan para pemimpin setelahnya telah menjalankan berbagai sunnah. Mengambil sunnah tersebut sama dengan membenarkan kitabullah, menyempurnakan ketaatan kepada ALLAH dan menguatkan agama ALLAH. Siapa saja yang mengamalkannya niscaya akan mendapatkan petunjuk, siapa yang memohon pertolongan kepada ALLAH dengan menjalankan sunnah maka ia pasti akan ditolong. Siapa yang menyalahi sunnah maka ia telah mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, ALLAH akan memalingkannya dari kebenaran dan memasukannya ke neraka jahannam

(Ibnu Abdil Barr dalam jami’ bayan al-ilm juz 2 hal 187)

Pengaruh Dosa dan Taat

Rasulullah SAW telah bersabda: perumpamaan orang yang melakukan keburukan (dosa) kemudian melakukan kebaikan (taat) seperti orang yang memakai baju sempit yang mencekiknya. Kemudian dia berbuat baik maka lepaslah 1 lingkaran, kemudian ia berbuat baik lagi, maka lepaslah 1 lingkaran yang lain hingga akhirnya ia bisa melepaskan dirinya dari cekikan baju tersebut. (HR. Ahmad & Thobroni)

Hati Bersih dan Kotor

Rasulullah SAW pernah bersabda: Fitnah (dosa) akan datang menyambangi hati berturut-turut secara bergantian. Maka hati mana saja yang dimasukinya akan terdapat titik hitam, dan hati mana saja yang mengingkarinya maka terdapat titik putih, hingga ahirnya adalah 2 hati. Pertama, hati yang putih bersih seperti batu yang licin dan mengkilap, hati seperti ini tidak akan bisa dipengaruhi oleh fitnah (dosa) selama ada langit dan bumi (selamanya). Kedua, hati yang hitam legam bagaikan gelas yang terbalik (tumpah), hati seperti ini tidak mengenal kebaikan (Islam) dan tidak mengingkari kemungkaran kecuali hanya mengenal nafsu yang masuk kedalamnya. (HR. Muslim)
 

. Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers