Selain dikenal sebagai Khalifah yang cerdas, al-Ma’mun juga dikenal
sebagai Khalifah yang hafal Alquran dan ahli hadits. Abdullah bin
Idris, salah satu ulama hadits Kufah telah meriwayatkan 100 hadits
kepadanya. Setelah itu, al-Ma’mun pun mampu menghafalnya dengan baik di
depan gurunya, yang membuatnya terkagum akan kecepatan dan ketepatan
hafalannya.
Al-Ma’mun bukan saja hafal isinya, tetapi juga mengamalkannya. Inilah
yang dipraktikkannya saat menjadi Khalifah. Yahya bin Aktsam
menuturkan kisahnya, “Saya pernah menginap bersama al-Ma’mun. Saya
terbangun di tengah malam dalam keadaan haus. Karena itu, saya
membolak-balikkan badan saya karena menahan dahaga. Al-Ma’mun bertanya,
‘Wahai Yahya, apa yang terjadi denganmu?’ Saya katakan, ‘Saya merasa
haus.’ Mendengar jawaban saya, dia langsung melompat dari tempat
tidurnya. Tidak lama kemudian, dia pun datang dengan membawa segelas
air. Saya bertanya kepadanya, ‘Mengapa Anda tidak panggil saja
pelayan?’ Dia menjawab, ‘Saya tidak mungkin melakukannya. Karena ayah
saya pernah mengatakan kepada saya, dari ayahnya, dari kakeknya, dari
Uqbah bin Amir, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Pemimpin suatu
kaum itu adalah pelayan mereka.” Dalam riwayat lain, hadits serupa
diriwayatkan al-Ma’mun dari Jarir bin ‘Abdillah. Riwayat lain lagi,
diriwayatkannya dari Ibn ‘Abbas (as-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa’, 266).
Itulah yang membuat al-Ma’mun sangat peka terhadap kondisi rakyatnya.
Hudyah bin Khalid menuturkan pengalamannya, “Saya pernah diundang
makan siang oleh al-Ma’mun. Ketika makanan telah diangkat semua ke
dalam, saya sengaja mengambil makanan yang jatuh ke lantai. Al-Ma’mun
menyaksikan apa yang saya lakukan. Dia pun bertanya, ‘Apakah kamu belum
kenyang?’ Saya pun menjawab, ‘Tidak. Tetapi, saya pernah mendengar
hadits dari Hammad bin Salamah, dia mendengar dari Tsabin al-Banani,
dari Anas, dia berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Siapa
saja yang makan sesuatu yang ada di bawah hidangan, maka dia akan
selamat dari kefakiran.” Mendengar ini, al-Ma’mun pun memberikan hadiah
uang 1.000 Dinar (Rp. 1,275 milyar) kepada saya (as-Suyuthi, Tarikh,
258).
Begitu pekanya al-Ma’mun, hingga ketika Raja Romawi menghadiahkan
200 Rithl minyak misk dan 200 lembar kulit musang kepadanya, dia pun
segera membalasnya seraya berkata kepada para pembantunya, “Berikanlah
kepadanya jumlah yang berlipat ganda agar dia tahu akan kemuliaan
Islam.” Karena Islam mengajarkan agar siapa saja yang bisa membalas
pemberian, hendaknya membalas dengan pemberian yang lebih baik. Selain
itu, dia juga ingin menunjukkan bahwa Islam lebih tinggi dan mulia, yang
tidak bisa ditandingi oleh agama apapun, termasuk agama sang Raja.
Maka, al-Ma’mun pun berpesan kepada wazir-nya, Yahya al-Barmaki,
“Wahai Yahya, gunakan kesempatan, selama masih ada, untuk memenuhi
hajat rakyat. Karena bintang begitu cepat putarannya, dan waktu pun
begitu cepat rotasinya untuk membiarkan rakyat pada suatu kondisi..”
Begitulah kepekaan seorang Khalifah dalam merespons setiap
peristiwa. Lebih hebat lagi, karena respons itu merupakan manifestasi
dari pemahamannya yang mendalam terhadap ajaran Islam yang memang
tinggi dan mulia.
Para Penulis yang Mengukir Inspirasi Bagi Dunia
-
Tulisan memiliki kekuatan luar biasa untuk menginspirasi, mengubah, dan
mengukir ketenaran bagi banyak tokoh dunia. Banyak individu yang telah
mencapai ket...
1 tahun yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih untuk komentar positif dan membangun dari blogger sekalian.