Ketika KERJAMU TIDAK DIHARGAI, maka saat itu kau sedang belajar arti KETULUSAN. Ketika USAHAMU dinilai TIDAK PENTING, maka saat itu kau sedang belajar arti KEIKHLASAN. Ketika HATIMU terluka SANGAT DALAM, maka saat itu kau sedang belajar arti MEMAAFKAN. Ketika kau harus LELAH & KECEWA, maka saat itu kau sedang belajar arti KESUNGGUHAN.

Jumat, 26 November 2010

KH Abdullah Bin Nuh: Ulama Penyeru Persatuan Umat

Abdullah bin Nuh atau yang lebih dikenal dengan panggilan ‘Mamak’ adalah seorang ulama, tokoh pendidikan, sastrawan dan pejuang. Pria shalih yang lahir di Kampung Meron Kaum, Kota Cianjur Jawa Barat pada tanggal 6 Juni 1905 ini1, melalui tabanni pendapat Imam Al-Ghazali, sangat gigih menyerukan agar masyarakat berpegang teguh pada ajaran atau syariah Islam.

Dalam memahami konsepsi tentang hakikat manusia dan potensinya, putra dari pasangan KH Raden Muhammad Nuh dan Nyi Raden Hajja ‘Aisyah ini menyeru manusia, tatkala sudah balig, untuk berpikir tentang adanya Allah melalui penciptaan-Nya agar memiliki keyakinan yang kokoh melalui proses berpikirnya. Mamak menegaskan, “Sekiranya di dunia ini saya tidak menemukan kecuali hanya sebutir atom saja, itu pun bagi saya sudah lebih dari cukup untuk dapat mengetahui dan mengenal (ma’rifat) adanya Sang Pencipta, Allah SWT. Lalu bagaimana ketika saya menyaksikan alam raya ini tercipta dan terbentuk dari berbagai macam unsur atom yang tidak sanggup menghitungnya? Dan dengan sistem yang rapi lagi sempurna, disertai pengaturan yang menakjubkan dan bijaksana?”2


Dari sini bisa dipahami bahwa Mamak meminta kepada seluruh jamaahnya agar tidak ‘sekadar’ beragama Islam semata, namun lebih jauh lagi menyerukan agar dalam berislam sampai menemukan keimanan yang kokoh melalui proses berpikir sehingga imannya benar-benar tumbuh dari keyakinan atau pembenaran yang bersifat pasti (100%) tanpa keraguan sedikitpun. Dengan bekal keimanan seperti ini, diharapkan muncul pemeluk-pemeluk Islam sejati yang tidak dengan mudah tergoyahkan oleh satu bungkus indomie. Selain itu, juga muncul sosok-sosok muttaqin yang benar-benar menjalankan syariat Islam dalam segala macam kondisi.

Lebih jauh, pria yang seluruh hidupnya dihabiskan untuk mengajar dan mendidik dari satu majelis ke majelis yang lain menyerukan agar ‘umat sedunia’ bersatu, tidak terpecah-belah. Beliau menyeru, “Bersatulah wahai kaum muslimin sedunia. Dan jadilah kalian kekuatan tunggal menghadapi orang lain (musuh-musuh Islam, pen.).”3

Apa yang diserukan oleh Mamak ini dilandasi dari ‘kegelisahan’ hatinya melihat realitas masyarakat Dunia Islam yang saat itu dalam ancaman disintegrasi. Umat Islam saat itu mulai ‘berebut’ kekuasaan karena hasutan dari musuh-musuh Islam. Umat Islam saat itu berhasil dikerat-kerat oleh musuh-musuhnya.

Dari pemahaman inilah, maka tidak aneh tatkala beliau sedang berkunjung ke Australia dan bertemu dengan seorang ulama aktivis Hizbut Tahrir—yang sedang menyampaikan ceramah tentang kewajiban persatuan umat dan kewajiban menegakkan Khilafah guna melawan hegemoni penjajahan dunia—Mamak cukup tertarik dan memberikan perhatian.

Ide Hizbut Tahrir yang mengajak kaum Muslim dimanapun mereka berada, termasuk Indonesia, untuk mendirikan kembali sistem Khilafah dan menegakkan hukum Allah turunkan secara kaffah dalam realitas kehidupan ini menjadi satu ide yang ‘berbeda’ yang belum pernah beliau temui sebelumnya. Beliaulah ulama yang pertama mendukung perkembangan dakwah Hizbut Tahrir di Indonesia. Peran KH Abdullah bin Nuh terhadap Hizbut Tahrir sebatas memberikan dukungan. Sekalipun demikian, apa yang dilakukan beliau cukup besar pengaruhnya terhadap perkembangan dakwah Hizbut Tahrir di Indonesia, karena sekitar tahun 1980-an dakwah Hizbut Tahrir di Indonesia belum dikenal masyarakat dan baru dimulai.

Melihat realitas di atas, dalam konteks umat Islam Mamak pun berpesan agar umat Islam tidak fanatis terhadap suatu mazhab tertentu, apalagi sampai terjadi perpecahan karena yang satu mengkafirkan yang lain. Demikian sebaliknya. Beliau menegaskan, “Tidak ada sekte dalam Islam, meskipun terdapat sejumlah madzhab fiqhiyyah dan perbedaan furu’iyah. Umat Islam tetap wajib bersatu.”4

Apa yang beliau sampaikan memang sejalan dengan pemahaman Islam, bahwa dalam Islam, suatu perbuatan atau apapun yang masih bersumber pada dalil nash syariah masih disebut pendapat islami. Dengan demikian pembahasannya bukan halal atau haram, tetapi kuat atau lemah dalilnya. Dari sini, diskusi yang ada adalah mencari dalil yang terkuat.

Dari apa yang disampaikan terlihat, bahwa Mamak Abdullah bin Nuh sangat berkeinginan agar umat Islam senantiasa terikat dengan syariah Islam dan bersatu di seluruh dunia membela Islam [Gus Uwik]

Catatan kaki:
1 Dahlan, Ahmad Zaini, Al Hijrah min Allah ila Allah, Bogor, Desember 1987.
2 Nuh, Abdullah bin, Ana Muslim, Sunniyun, Syafi’iyyun, YIC Al Ghozali, Bogor.
3 Nuh, Abdullah bin, Fi Zhilal al-Ka’bah al-Bait al-Haram, Madrasar Diniyah al-Munawwaroh, Bogor.
4 Nuh, Abdullah bin, La Thaifiyah fi al-Islam, Madrasah Diniyah Al-Munawaroh, 1399 H, Bogor.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih untuk komentar positif dan membangun dari blogger sekalian.

Dua Tetes dan Dua Bekas yang Paling Dicintai Allah

Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah daripada dua tetes dan dua bekas. Setetes air mata yang menetes karena takut kepada Allah, dan setetes darah yang tumpah di jalan Allah. Adapun yang dua bekas, maka yaitu bekas-di antaranya adalah bekas jihad-di jalan Allah, dan bekas dari melakukan kewajiban di antara kewajiban-kewajiban dari Allah.” (HR. Tirmidzi). Abdullah bin Umar, semoga Allah senantiasa meridhai keduanya berkata: “Sungguh aku meneteskan air mata karena takut kepada Allah itu lebih aku cintai daripada aku bersedekah seribu dinar.” (HR. Baihaqi dalam Sya’bul Iman).

Sebagian Amal Ahli Surga

Nabi saw bersabda: Sungguh jika seorang muslim berinteraksi dengan masyarakat dan sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (akibat interaksi), lebih baik daripada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat dan tidak sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (HR. at-Tirmidzi, 9/416).

Mengikuti Sunnah

Umar bin Abdil Aziz pernah berkata: Rasulullah saw dan para pemimpin setelahnya telah menjalankan berbagai sunnah. Mengambil sunnah tersebut sama dengan membenarkan kitabullah, menyempurnakan ketaatan kepada ALLAH dan menguatkan agama ALLAH. Siapa saja yang mengamalkannya niscaya akan mendapatkan petunjuk, siapa yang memohon pertolongan kepada ALLAH dengan menjalankan sunnah maka ia pasti akan ditolong. Siapa yang menyalahi sunnah maka ia telah mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, ALLAH akan memalingkannya dari kebenaran dan memasukannya ke neraka jahannam

(Ibnu Abdil Barr dalam jami’ bayan al-ilm juz 2 hal 187)

Pengaruh Dosa dan Taat

Rasulullah SAW telah bersabda: perumpamaan orang yang melakukan keburukan (dosa) kemudian melakukan kebaikan (taat) seperti orang yang memakai baju sempit yang mencekiknya. Kemudian dia berbuat baik maka lepaslah 1 lingkaran, kemudian ia berbuat baik lagi, maka lepaslah 1 lingkaran yang lain hingga akhirnya ia bisa melepaskan dirinya dari cekikan baju tersebut. (HR. Ahmad & Thobroni)

Hati Bersih dan Kotor

Rasulullah SAW pernah bersabda: Fitnah (dosa) akan datang menyambangi hati berturut-turut secara bergantian. Maka hati mana saja yang dimasukinya akan terdapat titik hitam, dan hati mana saja yang mengingkarinya maka terdapat titik putih, hingga ahirnya adalah 2 hati. Pertama, hati yang putih bersih seperti batu yang licin dan mengkilap, hati seperti ini tidak akan bisa dipengaruhi oleh fitnah (dosa) selama ada langit dan bumi (selamanya). Kedua, hati yang hitam legam bagaikan gelas yang terbalik (tumpah), hati seperti ini tidak mengenal kebaikan (Islam) dan tidak mengingkari kemungkaran kecuali hanya mengenal nafsu yang masuk kedalamnya. (HR. Muslim)
 

. Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers