Ketika KERJAMU TIDAK DIHARGAI, maka saat itu kau sedang belajar arti KETULUSAN. Ketika USAHAMU dinilai TIDAK PENTING, maka saat itu kau sedang belajar arti KEIKHLASAN. Ketika HATIMU terluka SANGAT DALAM, maka saat itu kau sedang belajar arti MEMAAFKAN. Ketika kau harus LELAH & KECEWA, maka saat itu kau sedang belajar arti KESUNGGUHAN.

Selasa, 16 November 2010

Menginvestasikan Zakat (Istitsmar Az-Zakat), Bolehkah ?

Tanya :

Bolehkan menginvestasikan dana zakat yang dikumpulkan oleh amil. Misal oleh amil dana zakat digunakan sebagai modal dalam mudharabah dengan pihak lain, atau jenis investasi lainnya (F, Yogya).

Jawab :

Menurut kami, dana zakat tidak sah secara syar’i diproduktifkan (diinvestasikan) oleh amil dengan cara apapun dan dalam bentuk bagaimana pun. Sebab :

(1) dana zakat bukan milik amil, namun milik delapan asnaf (QS at Taubah : 60). Sudah maklum dalam syariah, bahwa yang tidak memiliki berarti tidak boleh mentasharrufkan (*). Mentasharrufkan sesuatu yang tidak dimiliki adalah batil menurut syara’. Karena itulah Nabi SAW bersabda,"Janganlah kamu menjual apa yang bukan milikmu." (laa tabi' maa laysa 'indaka). (HR Ahmad).

(2) amil wajib hukumnya menyalurkan dana zakat kepada delapan asnaf. Jika dana zakat diinvestasikan, berarti amil meninggalkan kewajiban itu dan berdosa. Suatu kewajiban pada dasarnya tidak boleh ditinggalkan, kecuali demi mengerjakan kewajiban lain yang lebih penting. Kaidah fiqih menyebutkan,"Laa yutraku waajib illa li waajib." (Suatu kewajiban tidak boleh ditingalkan kecuali karena mengerjakan kewajiban lain (yang lebih penting). (Imam Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazha`ir). Andaikan benar fatwa yang menyatakan investasi zakat itu mubah (boleh), berarti amil telah meninggalkan yang wajib, demi mengerjakan yang mubah. Tentu tindakan ini tidak benar secara syar'i.
(3) jika amil bersedia menanggung risiko dari investasi zakat, tidak berarti amil boleh menginvestasikannya. Sebab boleh tidaknya amil menginvestasikan dana zakat tidak tergantung pada sikap amil bersedia atau tidak menanggung risiko, namun bergantung ada tidaknya nash/dalil syar’i yang mengesahkan investasi zakat oleh amil. Padahal tidak ada satupun dalil yang membolehkan amil menginvestasikan zakat, baik dari Al Qur`an, As Sunnah, Ijma’, maupun Qiyas.

(4) jika menurut amil penundaan pembagian zakat tidak menimbulkan dharar (bahaya) bagi delapan asnaf –karena dana zakat diinvestasikan lebih dahulu oleh amil— tak berarti lalu amil boleh menginvestasikan zakat. Sebab boleh tidaknya amil menginvestasikan dana zakat bukanlah tergantung pada ada tidaknya dharar atas delapan asnaf, namun bergantung ada tidaknya nash/dalil syar’i yang mengesahkan investasi zakat oleh amil. Padahal, seperti telah kami tegaskan, dalil ini tidak ada. Baik dari Al Qur`an, As Sunnah, Ijma’, maupun Qiyas. (Jika ada mohon diberitahukan kepada kami).

Kami memahami zakat adalah bagian dari ibadah, bukan bagian dari muamalah. Sehingga berlakulah pada hukum-hukum zakat itu kaidah fiqih yang menegaskan : al-ashlu fi al-‘ibadah al-buthlan hatta yadulla dalil ‘ala al-hill (hukum asal ibadah adalah batal / tidak boleh, hingga ada dalil yang menyatakan kehalalannya).

Kami telah mengkaji berbagai pendapat yang membolehkan investasi dana zakat, atau yg dalam bahasa Arab disebut dengan tauzhiif az zakat (memproduktifkan zakat) atau istitsmar az zakat (menginvestasikan zakat), baik literatur dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Arab.

Namun setelah mengkaji dan mendalaminya, kami tidak setuju dengan fatwa-fatwa baik dari ulama kontemporer atau lembaga fiqih yang membolehkan investasi zakat, seperti Yusuf Qaradhawi, Shalah ash-Shawi dan Abdullah Mushlih, Wahbah az-Zuhaili, Ali as-Salus, Majma’ Fiqh Islami, dan sebagainya.

Jika kami secara pokok tidak setuju dengan aktivitas investasi zakat, maka dengan sendirinya kami tidak setuju pula dengan segala cabang tindakan yang lahir dari pokok sikap tersebut (misalnya adanya unit bisnis dan program amil, pemanfaatan laba dari hasil unit bisnis amil tersebut, dll).

Menurut kami, amil pada prinsipnya adalah sebuah institusi ibadah maliyah sosial, bukan institusi muamalah – bisnis. Maka menempatkan amil dalam sebuah kerangka institusi muamalah – bisnis, bagi kami merupakan pemaksaan yang tidak pada tempatnya dan sudah keliru sejak awal. Kekeliruan ini menurut kami bukan semata kekeliruan praktikal pada ranah aksiologis (kekeliruan amal oleh muqallid), namun sudah merupakan kekeliruan paradigmatik konseptual pada ranah epistemologi (kekeliruan metode/kaidah ijtihad oleh mujtahid). Wallahu a'lam.

28 Mei 2010
Muhammad Shiddiq al-Jawi


( shiddiq_aljawi@yahoo.com )
(*) tasharruf adalah perbuatan atau perkataan yang memiliki akibat hukum (qaulun aw fi'lun lahu atsar hukm). Ringkasnya, tasharruf adalah perbuatan hukum. Misalnya, mengucapkan akad muamalah (tasharufat qauliyah), atau melakukan serah terima barang (tasharrufat fi'liyah). Lihat Mu'jam Lughat al-Fuqaha, oleh Prof Rawwas Qal'ah Jie.

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih untuk komentar positif dan membangun dari blogger sekalian.

Dua Tetes dan Dua Bekas yang Paling Dicintai Allah

Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah daripada dua tetes dan dua bekas. Setetes air mata yang menetes karena takut kepada Allah, dan setetes darah yang tumpah di jalan Allah. Adapun yang dua bekas, maka yaitu bekas-di antaranya adalah bekas jihad-di jalan Allah, dan bekas dari melakukan kewajiban di antara kewajiban-kewajiban dari Allah.” (HR. Tirmidzi). Abdullah bin Umar, semoga Allah senantiasa meridhai keduanya berkata: “Sungguh aku meneteskan air mata karena takut kepada Allah itu lebih aku cintai daripada aku bersedekah seribu dinar.” (HR. Baihaqi dalam Sya’bul Iman).

Sebagian Amal Ahli Surga

Nabi saw bersabda: Sungguh jika seorang muslim berinteraksi dengan masyarakat dan sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (akibat interaksi), lebih baik daripada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat dan tidak sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (HR. at-Tirmidzi, 9/416).

Mengikuti Sunnah

Umar bin Abdil Aziz pernah berkata: Rasulullah saw dan para pemimpin setelahnya telah menjalankan berbagai sunnah. Mengambil sunnah tersebut sama dengan membenarkan kitabullah, menyempurnakan ketaatan kepada ALLAH dan menguatkan agama ALLAH. Siapa saja yang mengamalkannya niscaya akan mendapatkan petunjuk, siapa yang memohon pertolongan kepada ALLAH dengan menjalankan sunnah maka ia pasti akan ditolong. Siapa yang menyalahi sunnah maka ia telah mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, ALLAH akan memalingkannya dari kebenaran dan memasukannya ke neraka jahannam

(Ibnu Abdil Barr dalam jami’ bayan al-ilm juz 2 hal 187)

Pengaruh Dosa dan Taat

Rasulullah SAW telah bersabda: perumpamaan orang yang melakukan keburukan (dosa) kemudian melakukan kebaikan (taat) seperti orang yang memakai baju sempit yang mencekiknya. Kemudian dia berbuat baik maka lepaslah 1 lingkaran, kemudian ia berbuat baik lagi, maka lepaslah 1 lingkaran yang lain hingga akhirnya ia bisa melepaskan dirinya dari cekikan baju tersebut. (HR. Ahmad & Thobroni)

Hati Bersih dan Kotor

Rasulullah SAW pernah bersabda: Fitnah (dosa) akan datang menyambangi hati berturut-turut secara bergantian. Maka hati mana saja yang dimasukinya akan terdapat titik hitam, dan hati mana saja yang mengingkarinya maka terdapat titik putih, hingga ahirnya adalah 2 hati. Pertama, hati yang putih bersih seperti batu yang licin dan mengkilap, hati seperti ini tidak akan bisa dipengaruhi oleh fitnah (dosa) selama ada langit dan bumi (selamanya). Kedua, hati yang hitam legam bagaikan gelas yang terbalik (tumpah), hati seperti ini tidak mengenal kebaikan (Islam) dan tidak mengingkari kemungkaran kecuali hanya mengenal nafsu yang masuk kedalamnya. (HR. Muslim)
 

. Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers