Virus Takatsur dan Tanda Hilangnya Rahmat
Menurut Imam Al Ghozali jika virus ruhani tersebut hinggap pada diri seseorang, maka akan melahirkan beberapa penyakit jiwa
Oleh: Sholih Hasyim*
ADA
orangtua yang tinggal di sebuah pelosok desa sebagai petani dan penjual
sate, bekerja keras tak kenal lelah, membanting tulang mencari nafkah.
Ketika kembali pulang ke rumah, ia disambut oleh istri dan kedua anaknya
dengan senyum yang tersungging di bibir. Maka seketika ia merasakan
bahagia, kepenatan yang dirasakan sepanjang hari menjadi hilang dengan
cepatnya.
Ada orangtua yang menangis karena
gembira demi melihat puteranya dilantik menjadi profesor termuda di
salah satu perguruan tinggi terkenal di Jawa Timur. Selesai menerima
penghargaan dari almamaternya, bapak tersebut tidak mampu menahan isak
tangis di belakang kursi wisuda. Betapa pengorbanan yang selama ini
dilakukan untuk keberhasilan anaknya tidaklah sia-sia. Ia melupakan
penderitaan selama bertahun-tahun demi masa depan buah hatinya. Itulah
1/100 rahmat yang dikaruniakan oleh Allah kepada sang bapak. Rela
berkorban tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun, yang penting anaknya
sukses.
Ada pula cerita. Serombongan gajah mencari
lokasi lain untuk mempertahankan kehidupan. Diantara mereka, salah satu
induk gajah melahirkan anaknya dengan kaki cacat sebelah. Sementara
gajah yang lain terus melaju, seolah-olah tak peduli dengan penderitaan
kawannya. Gajah itu sendirian dikerumuni binatang buas yang siap
menerkam bayi gajah. Ia akhirnya meninggalkan anak yang baru saja
dilahirkan, untuk menghindari ancaman binatang buas. Baru beberapa
langkah menyusul rombongan, namun hatinya tidak tega membiarkan anaknya
sendirian. Ia kembali mengelus-elus anaknya di tengah-tengah bahaya.
Sehingga bisa berjalan dan diajak menyusul rombongannya. Induk gajah itu
berani menghadapi ancaman, karena insting kasih sayang terhadap anaknya.
Jika kita mencermati kehidupan bangsa kita sekarang, seringkali melihat manusia itu tidak konsisten dalam memelihara rahmat yang diberikan oleh Allah kepadanya, berbeda jauh dengan hewan. Informasi anarki, kekerasan politik, pembunuhan, pemerkosaan, persaingan yang tidak sehat antar kelompok, pertentangan antar etnis dan elit politik serta berbagai kriminalitas lainnya menghiasi media cetak dan elektronik setiap hari.
Barangkali
kita tidak heran bahwasanya akhir-akhir ini mendengar orangtua
memperkosa anak tirinya, suami yang tega mencari wanita idaman lain di
tempat kerjanya pada saat yang bersamaan keluarganya sedang menunggu
kehadirannya di rumah dengan harap-harap cemas. Seorang istri tega
berbuat serong bersama pria idaman lain yang kebetulan sebagai
atasannya. Seorang wanita tega membuang anaknya yang baru saja
dilahirkan. Karena hasil hubungan gelap dengan laki-laki lain.
Dimanakah gerangan 1/100 rahmat yang diturunkan Tuhan kepadanya? Apakah sifat itu sudah dicabut oleh-Nya?
Ada
ribuan pertanyaan. Persis dengan berbagai masalah, gejolak dan problem
bangsa kita. Mengapa bangsa Indonesia yang dikenal murah senyum, pemaaf,
sopan, rukun agawe santoso, tepo sliro, paternalistik, tahan menderita, tiba-tiba menjadi bringas dan kejam?
Efek Virus Takatsur
Dr. Yusuf Ali dalam tafsir “The Holy Qur’an”,
mengatakan, bahwasanya penyebab hilangnya sifat rahmat pada diri
manusia karena telah dihinggapi penyakit ruhani (mental) bernama
takatsur (usaha menumpuk-numpuk harta, mengejar jabatan, memperbanyak
pengaruh, massa dll).
Menurut Imam Al Ghozali jika
virus ruhani tersebut hinggap pada diri seseorang, maka akan melahirkan
beberapa penyakit jiwa. Di bawah ini adalah tanda-tanda dari penyakit
itu.
Serakah
Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata:
"Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan
yang tidak akan binasa?". Maka keduanya memakan dari buah pohon itu,
lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya
menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam
kepada Tuhan dan sesatlah ia.” (QS. Thoha (20) : 120-121 ).
Pohon
itu dinamakan Syajaratulkhuldi (pohon kekekalan), karena menurut
syaitan, orang yang memakan buahnya akan kekal, tidak akan mati. Pohon
ini dilarang Allah bagi yang mendekatinya. Ada yang menamakan pohon
khuldi sebagaimana tersebut dalam surat Thaha ayat 120, tapi itu adalah
nama yang diberikan syaitan.
Apa yang dilakukan
Adam dan Hawa itu adalah sebuah tindakan serakah dan durhaka. Karena
lupa, ia telah melanggar larangan Allah. Ia juga telah tersesat
mengikuti apa yang dibisikkan syaitan. Kesalahan Adam a.s. meskipun
tidak begitu besar menurut ukuran manusia biasa sudah dinamai durhaka
dan sesat.
Dengki (Hasud)
Dengki adalah rojaa-u zawaali ni’mati al-ghoir (senantiasa
berharap hilangnya nikmat pada diri orang lain). Dalam sejarah
kehidupan manusia sifat buruk inilah yang menjadi penyebab pembunuhan
pertama kali di dunia. Dilakukan putra seorang Nabi yang bernama Qobil
dan Habil. Habil meninggal di tangan kakak kandungnya hanya karena
persoalan wanita. Wajar jika Rasulullah mengingatkan kepada kita bahwa
sifat hasud tidak sekedar mencukur rambut bahkan mencukur sendi-sendi
agama. Beliau juga mengingatkan:
“ Jauhilah
oleh kalian sifat dengki, karena sesungguhnya dengki akan membakar
seluruh kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.“ (al Hadist). Ummat ini akan menjadi baik selama tidak berkembang sifat dengki.
“Ceritakanlah
kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang
Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari
salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang
lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata
Habil: "Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang
bertakwa." (QS. Al Maidah (5) : 27).
Takabur (Sombong)
Menurut
Imam Al Ghozali puncak keruntuhan kepercayaan adalah syirik
(menyekutukan Allah) dan puncak kerusakan akhlak adalah takabur. Takabur
adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain (bathrul haq wa ghomthun Nas).
Sifat warisan iblis inilah yang menjadikan anak manusia tidak pandai
melihat kekurangan dirinya sendiri (intropeksi), tetapi lebih senang
melihat kekurangan orang lain. Semua orang memiliki kans untuk bersikap
sombong dalam profesi apapun.
Pernah suatu kali,
ada peristiwa pertentangan antara pemulung di Surabaya. Awalnya hanya
sebatas pertarungan mulut, kemudian berkembang menjadi adu fiisik. Salah
seorang lawannya ada yang mengancam, “Kamu harus berani mengambil
resiko akibat peristiwa yang memalukan ini, tidakkah kamu mengetahui
bahwa sayalah yang merintis profesi sebagai pemulung di sini?.
Betapa
jelas, bahwa pekerjaan sebagai pemulung saja bisa membanggakan asal
usul dan rasa sombong. Apalagi pekerjaan yang lebih bergengsi dari itu.
“Dan
(Ingatlah) ketika kami Berkata kepada malaikat : "Sujudlah kamu kepada
Adam", Maka mereka sujud kecuali iblis. ia membangkang. “(QS. Thoha (20) : 116).
Allah sangat membenci kesombongan. Karena pada dasarnya manusia itu tempat salah dan lupa (al insanu mahalil khothoi wa an nisyan).
Sekalipun manusia memiliki potensi yang baik tetapi dibatasi oleh
berbagai kekurangan. Kesempurnaan hanyalah milik Allah. Allah tidak akan
memasukkan seseorang ke dalam surga seorang yang dalam dirinya masih
tersimpan sifat sombong sekalipun sedikit.
Dendam
Sifat
ini sangat berbahaya baik secara individu maupun kelompok/kehidupan
sosial. Karena sifat ini akan mendorong seseorang untuk menjatuhkan
orang lain yang berbeda dengannya. Ia ingin melihat orang yang menjadi
lawan politiknya celaka. Ia akan berusaha agar tidak ada orang lain yang
menyainginya, baik dalam aspek jabatan, kekayaan, pengaruh, ilmu dll.
Ia gembira jika melihat orang lain bernasib buruk, jatuh agar posisinya
tetap eksis dan diakui orang lain. Rasulullah mengingatkan kepada kita
agar senantiasa waspada terhadap penyakit jiwa ini. Sebab penyakit ini
akan mudah merusak pergaulan hidup. Sabda beliau: “Sekuat apapun seseorang, sebuah perkumpulan, sebuah negara akan hancur, jika dendam ini menjalar. “
Jika
kita mencermati carut marutnya kehidupan manusia dari masa ke masa
pokok pangkalnya adalah efek ketiga penyakit jiwa tersebut. Yaitu:
serakah, dengki, sombong dan dendam. Usaha yang terpenting dalam
mengatasi gejolak sosial lanjut beliau, masing-masing individu dari anak
bangsa ini mengembangkan tiga sifat berikut : Pertama, maafkanlah orang
yang pernah berbuat zalim kepadamu (wa’fu man zhalamaka). Kedua, berilah kepada orang yang pernah menghalangi pemberian kepadamu (wa’thi man haromaka). Ketiga, sambunglah orang yang pernah memutuskan hubungan kepadamu (wa shil man qotho’aka).
Jika
sikap senantiasa memberi kepada siapa saja, apapun bentuknya pemberian
itu, baik berupa materi dan immateri, menjalin silaturahim dan
menyebarkan pintu maaf maka rahmat Allah akan senantiasa meliputi
kehidupan mereka.
Resep Memelihara Titipan Rahmat
Dalam al-Quran Surat At-Takastur Allah SWT memberikan resep yang sangat jitu untuk merawat titipan rahmat dari-Nya.
Pertama, ziarah Kubur
Dengan
ziarah kubur (rekreasi rohani) seseorang diingatkan tentang hakikat
kesementaraan kehidupan. Apa saja yang menjadi kebanggaan kita di dunia,
kekuasaan, harta, wanita, pengaruh, ilmu akan berakhir. Saudara yang
menjadi kepercayaan kita bisa saja akan berkhianat. Sahabat karib yang
kemarin menjadi mitra bergaul dan dialog ternyata menjadi seonggok mayat
yang dibungkus kain kafan.
KH. A. Gimnastyar
pernah mengingatkan dalam kuliah shubuhnya di RCTI, presiden Amerika
lalu George W. Bush yang memimpin perang terhadap teroris, dan
diindentikkan dengan kaum muslimin. Beliau mengatakan : Wahai presiden
jangan berlagak sombong, apakah anda tidak menyadari bahwa kekuasaan
yang sedang anda pegang tidak kuasa menolak kematian anda.
Rasulullah Saw. bersabda: “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur, sekarang berziaralah karena ia mengingatkanmu tentang kehidupan akhirat.” (Al Hadits)
Kedua, mempelajari Ilmu Fardhu ‘Ain (Syariat)
Berbicara
syariat kita jangan salah dalam memahaminya. Dalam islam syariat adalah
ketentuan dari Allah dan Rasul-Nya untuk kita. Didalamnya terkandung
ibadah, aqidah dan akhlaq. Jadi tidak ada dichotomi antara syariat dan
hakikat sebagaimana yang dipahami oleh kaum sufi.
Dengan
ilmu syariat disamping mencerdaskan pikiran kita, sekaligus menata
batin kita. Kecerdasan ruhaniah menghantarkan seseorang terampil dalam
menarik hikmah di balik peristiwa kehidupan. Sehingga dia mampu bersikap
arif dan bijaksana. Ahli hikmah mengatakan : Dunia adalah ladangnya
ilmu (Ad Dunya Mazro’atul ilmi). Rangkaian kejadian dan
fluktuasinya yang melibatkan kepentingan individu, kolektif akan menjadi
bahan renungan, ilmu dan pengalaman. Pengalaman adalah guru yang
terbaik.
Jika ketiga resep yang diberikan oleh
al-Qur’an diatas kita laksanakan dengan baik, insya Allah gejala anarki,
pembunuhan, pertentangan antar elite dan berbagai gejolak sosial yang
lain akan segera berakhir. Insya Allah.
“Janganlah
begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), Dan
janganlah begitu, kelak kamu akan Mengetahui, Janganlah begitu, jika
kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.” (QS. At-Takatsur (102) : 3-5).
Ketiga, meningkatkan Rasa Tanggungjawab
Apapun
yang dilakukan seseorang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah,
kelak di kemudian hari. Apakah masa muda yang dimiliki dimanfaatkan
untuk pengabdian, untuk apakah umur yang telah dihabiskan, ilmu yang
dimilikinya sudahkah disumbangkan kepada yang memerlukan, harta yang
dinikmati dari mana diperolehnya dan apakah telah diinfakkan. Semua
pertanyaan-pertanyaan tersebut akan kita jawab di akhirat kelak.
Sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menjawab berbagai pertanyaan
diatas dengan jujur dan tanggung jawab?
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At-Takatsur (102) : 8).
Kata Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin: Perbuatan
ma’siat lahir yang harus dijauhi, yaitu yang dilakukan oleh anggota
badan, mulut, kedua tangan, kedua kaki, kedua mata, kedua telinga.
Semua anggota badan (yang merupakan karunia Allah SWT secara gratis) akan dipertanggung jawabkan di hadapan-Nya kelak.
Tujuh macam kejahatan yang dilakukan oleh tujuh anggota badan itu adalah :
· Mata,
· Telinga,
· Lidah,
· Perut,
· Kemaluan,
· Tangan
· Dan kaki
Konon,
karena itulah Allah SWT menjadikan tujuh macam neraka. Untuk tempat
penyiksaan mereka yang melakukan kejahatan dengan salah satu anggota
tubuh tersebut. Agar anggota tubuh sebagai media untuk menggapai
kebahagiaan kehidupan dunia dan menyelamatkan kita di akhirat, maka
harus disyukuri dengan cara digunakan untuk menyenangkan Yang Maha
Memberikan.
Mata digunakan untuk melihat yang baik
dan indah, jangan melihat yang haram. Telinga dipakai untuk mendengar
bacaan al-Quran dan As-Sunnah, tidak untuk mendengarkan yang tercela,
seperti ghibah, mengumpat dan menimbulkan fitnah, lidah untuk berzikir
dan amar ma’ruf nahi mungkar, tidak untuk menghasut, berdusta yang
mengantarkan kepada kehancuran. Menjaga perut dengan diisi makanan
halal, kemaluan (faraj) disterilkan dari zina, tangan dijauhkan dari
membunuh, memukul, mencuri, memegang sesuatu yang haram, kaki hanya
digunakan untuk mengerjakan ibadat. Tidak dibawa menuju ke tempat
ma’siat. Demikianlah pendidikan akhlak versi Al-Ghazali.
Karena
pada dasarnya anggota tubuh dijadikan oleh Allah SWT sebagai nikmat dan
amanat. Mengelola nikmat dan amanat dengan di salah gunakan, merupakan
kejahatan yang terbesar. Manusia harus menggunakan dan mengambil manfaat
anggota tubuh untuk patuh kepada Allah SWT. [Kudus, Oktober 2010]
Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com tinggal di Kudus, Jawa Tengah
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih untuk komentar positif dan membangun dari blogger sekalian.