Ketika KERJAMU TIDAK DIHARGAI, maka saat itu kau sedang belajar arti KETULUSAN. Ketika USAHAMU dinilai TIDAK PENTING, maka saat itu kau sedang belajar arti KEIKHLASAN. Ketika HATIMU terluka SANGAT DALAM, maka saat itu kau sedang belajar arti MEMAAFKAN. Ketika kau harus LELAH & KECEWA, maka saat itu kau sedang belajar arti KESUNGGUHAN.

Kamis, 13 Januari 2011

Menikmati ‘Taman Surga’

Taman, di manapun, selalu diasosiasikan sebagai tempat yang indah, penuh warna, dengan ragam pepohonan dan bunga warna-warni, harum semerbak; baik ia ada di depan atau belakang rumah mewah; baik ia ada di sekeliling istana para raja; atau mungkin ia merupakan tempat tersendiri yang sengaja dirancang sebagai tempat rekreasi dan wisata. Taman selalu diasosiasikan dengan keindahan. Tak ada taman yang diasosiasikan dengan keburukan. Demikianlah realitas taman di dunia ini.

Namun demikian, seindah apapun taman di dunia tak pernah ada yang kemudian disebut dengan ‘taman surga’. Karena itu, menarik saat justru Baginda Rasulullah SAW menyebut-nyebut adanya ‘taman surga’, bukan di surga, tetapi di dunia ini. Anas bi Malik menuturkan bahwa Baginda Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para Sahabat, “Jika kalian melewati taman-taman surga, makan dan minumlah di dalamnya.” Para Sahabat bertanya, “Apakah taman surga itu, wahai Rasulullah?” Jawab beliau, “Halaqah-halaqah (majelis-majelis) ddzikir.” (HR at-Tirmidzi).


Melalui hadits ini, tegas Rasulullah menyamakan majelis ddzikir dengan taman surga, tentu dari sisi kemuliaan dan keutamaannya, sekaligus menyebut orang yang ada di majelis-majelis ddzikir sebagai orang-orang yang sedang menikmati hidangan di taman-taman surga itu (Syarh Ibn Bathal, II/5).

Keutamaan taman surga tentu tak bisa dibandingkan dengan taman dunia. Sebab, surga itu sendiri dan apa saja yang ada di dalamnya belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga atau terbersit di dalam kalbu manusia (Tafsir ath-Thabari, XVII, 346).

Lalu apa yang dimaksud dengan majelis dzikir? Dalam hadits lain Rasul SAW menyebut taman-taman surga itu dengan majelis-majelis ilmu. Inilah yang juga dipahami oleh para Sahabat seperti Abu Hurairah ra dan Ibn Mas’ud ra (Fauzi Sinaqart, At-Taqarrub iilla Allah). Imam al-Qurthubi juga menyebut majelis-majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis ilmu tentang halal dan haram. Adapun menurut Imam a-Ghazali, yang dimaksud adalah majelis ilmu-ilmu akhirat; ilmu tentang Allah SWT dan kekuasaan-Nya serta penciptaan-Nya (Faydh al-Qadir, I/696).
*****
Terkait ilmu dan keutamaan majelis ilmu, juga kemuliaan para pencarinya, diterangkan oleh banyak hadits, selain hadits di atas. Baginda Rasulullah SAW, misalnya, pernah bersabda, “Mencari ilmu adalah kewajiban setiap Muslim.” (HR Muslim).

Katsir bin Qays berkata:
Saya pernah duduk bersama Abu ad-Darda di Masjid Damakus. Tiba-tiba datang seseorang kepada dia dan berkata, “Wahai Abu ad-Darda, saya datang kepada engkau dari Madinatur Rasul SAW demi memastikan suatu hadits yang sampai kepada diriku, bahwa engkau pernah membicarakan hadits itu dari Rasul SAW, yang tentu sangat aku butuhkan.”

Abu ad-Darda lalu berkata, “Aku memang pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan membuka bagi dirinya salah satu jalan di antara jalan-jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat benar-benar meletakkan sayap-sayap mereka karena ridha kepada pencari ilmu. Sesungguhnya seorang yang berilmu (ulama) benar-benar dimintakan ampunan kepada Allah bagi dirinya oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, hingga bahkan ikan-ikan di air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas orang yang suka beribadah adalah seperti keutamaan cahaya bulan purnama atas cahaya seluruh bintang di malam hari. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi itu tidak mewariskan dinar atau dirham, tetapi mewariskan ilmu. Karena itu, siapa saja yang mengambil ilmu, berarti dia telah mengambil sesuatu yang amat berharga.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad).

Generasi salafush-shalih adalah orang-orang yang amat memahami keutamaan ilmu dan majelis ilmu. Lalu bagaimana dengan generasi umat Islam hari ini? Sayang, meski kebanyakan majelis ilmu itu gratis, padahal menjanjikan keutamaan yang luar biasa saat hadir di dalamnya sebagaimana sabda Baginda Rasulullah SAW di atas, tak banyak orang yang berbondong-bondong untuk menghadirinya. Buktinya, meski majelis ilmu menjamur di mana-mana, biasanya yang hadir jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Bandingkan dengan “majelis sepak bola” atau “majelis konser musik”; meski setiap orang harus mengeluarkan puluhan atau bahkan ratusan ribu untuk membeli karcis masuk, toh peminatnya selalu membludak walau harus berdesak-desakan. Padahal jelas, “majelis-majelis” semacam ini tak menjanjikan apa-apa selain kesenangan sesaat. Itulah realitas generasi umat hari ini. Mereka benar-benar telah ‘buta’, tak lagi dapat melihat keutamaan dan keindahan taman-taman surga. Na’udzu billah min dzalik. [] abi

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih untuk komentar positif dan membangun dari blogger sekalian.

Dua Tetes dan Dua Bekas yang Paling Dicintai Allah

Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai Allah daripada dua tetes dan dua bekas. Setetes air mata yang menetes karena takut kepada Allah, dan setetes darah yang tumpah di jalan Allah. Adapun yang dua bekas, maka yaitu bekas-di antaranya adalah bekas jihad-di jalan Allah, dan bekas dari melakukan kewajiban di antara kewajiban-kewajiban dari Allah.” (HR. Tirmidzi). Abdullah bin Umar, semoga Allah senantiasa meridhai keduanya berkata: “Sungguh aku meneteskan air mata karena takut kepada Allah itu lebih aku cintai daripada aku bersedekah seribu dinar.” (HR. Baihaqi dalam Sya’bul Iman).

Sebagian Amal Ahli Surga

Nabi saw bersabda: Sungguh jika seorang muslim berinteraksi dengan masyarakat dan sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (akibat interaksi), lebih baik daripada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat dan tidak sabar atas hal-hal yang menyakitkan dari mereka (HR. at-Tirmidzi, 9/416).

Mengikuti Sunnah

Umar bin Abdil Aziz pernah berkata: Rasulullah saw dan para pemimpin setelahnya telah menjalankan berbagai sunnah. Mengambil sunnah tersebut sama dengan membenarkan kitabullah, menyempurnakan ketaatan kepada ALLAH dan menguatkan agama ALLAH. Siapa saja yang mengamalkannya niscaya akan mendapatkan petunjuk, siapa yang memohon pertolongan kepada ALLAH dengan menjalankan sunnah maka ia pasti akan ditolong. Siapa yang menyalahi sunnah maka ia telah mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, ALLAH akan memalingkannya dari kebenaran dan memasukannya ke neraka jahannam

(Ibnu Abdil Barr dalam jami’ bayan al-ilm juz 2 hal 187)

Pengaruh Dosa dan Taat

Rasulullah SAW telah bersabda: perumpamaan orang yang melakukan keburukan (dosa) kemudian melakukan kebaikan (taat) seperti orang yang memakai baju sempit yang mencekiknya. Kemudian dia berbuat baik maka lepaslah 1 lingkaran, kemudian ia berbuat baik lagi, maka lepaslah 1 lingkaran yang lain hingga akhirnya ia bisa melepaskan dirinya dari cekikan baju tersebut. (HR. Ahmad & Thobroni)

Hati Bersih dan Kotor

Rasulullah SAW pernah bersabda: Fitnah (dosa) akan datang menyambangi hati berturut-turut secara bergantian. Maka hati mana saja yang dimasukinya akan terdapat titik hitam, dan hati mana saja yang mengingkarinya maka terdapat titik putih, hingga ahirnya adalah 2 hati. Pertama, hati yang putih bersih seperti batu yang licin dan mengkilap, hati seperti ini tidak akan bisa dipengaruhi oleh fitnah (dosa) selama ada langit dan bumi (selamanya). Kedua, hati yang hitam legam bagaikan gelas yang terbalik (tumpah), hati seperti ini tidak mengenal kebaikan (Islam) dan tidak mengingkari kemungkaran kecuali hanya mengenal nafsu yang masuk kedalamnya. (HR. Muslim)
 

. Copyright © 2009 Template is Designed by Islamic Wallpers